Ilmuwan Islam Abad ke-8 s/d 16
Don’t judge the book by its title! Pelesetan dari “don’t judge the book by its cover”
mungkin sangat tepat diberikan kepada buku terbitan Gramedia Pustaka Utama
(2009) dengan judul yang sangat panjang: “Ilmuwan-ilmuwan Muslim Pelopor Hebat
di Bidang Sains Modern” dengan tambahan “dari Musa al-Khawarizmi di bidang
matematika sampai Ibnu Sina di bidang ilmu kedokteran,” dan tambahan lagi:
“kisah-kisah yang perlu diingat kembali.”
Dari
judulnya, kita akan mengira buku ini akan menceritakan kiprah para ilmuwan
Muslim dengan hasil karyanya secara terperinci. Ketika kita sudah membaca
setengah dari buku ini, kita akan menyadari bahwa bukan seperti itu yang
dimaksud oleh penulisnya Ehsan Masood. Buku ini justru membahas cukup
komprehensif mengenai sejarah dan perkembangan sains selama masa-masa kekalifahan
setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW 632 M dan setelah masa-masa empat kalifah
(Khalifaur-rasyidin), terutama pada masa Dinasti Abbasiyah (750 – 800 M). Judul
aslinya dalam bahasa Inggris sudah sangat tepat: Science and Islam, a
History.
Masood
yang pernah datang ke Jakarta pada November 2007 atas undangan The Wahid
Institute adalah seorang penulis dan jurnalis muslim keturunan Pakistan
yang lahir pada Agustus 1967 di London dan saat ini tinggal di kota
kelahirannya itu. Ia adalah penulis di majalah Nature (bahkan pernah
menjadi salah seorang editornya) dan Prospect, serta pembuat situs Opendemocracy.net.
Ia juga mengajar di Imperial College London dan menjadi penasihat untuk the
British Council dalam bidang sains dan hubungan kebudayaan.
Masood
membuka bukunya dengan keruntuhan Romawi dengan luluh lantaknya Kota Roma oleh
serangan Alaric raja Jerman dari suku Visigoth pada 410 M, dan dipindahkannya
ibukota Romawi ke Konstantinopel 66 tahun setelah serangan itu oleh kaisar
Romawi terakhir Romulus Augustus. Mulai saat itulah para ahli sejarah
menuliskannya sebagai Zaman Kegelapan, zaman ketika peradaban barat tanpa ilmu,
sastra, atau bahkan kehidupan yang beradab. Padahal pada masa-masa Zaman
Kegelapan Eropa itulah, tidak jauh di Timur Tengah, tumbuh suatu peradaban yang
memunculkan temuan-temuan di bidang sains, teknologi, kedokteran dan filsafat
yang – sayangnya – tidak diakui (atau setidaknya) diabaikan oleh para sejarawan
Barat.
Namun
demikian, akhir-akhir ini banyak penulis Barat yang mulai menyadarinya.
Masa-masa itu disebut sebagai “sejarah yang hilang” oleh Michael Hamilton
Morgan dari New Foundation of Peace (National Geographic, 2006), atau bahkan
sebagai “pencurian sejarah” oleh sejarawan Jack Goody (halaman 2). Menarik juga
komentar Prince of Wales (Pangeran Charles) dalam pidatonya di Oxford
University 27 Oktober 1993: “Bila ada banyak kesalahpahaman di dunia barat
tentang hakikat Islam, maka banyak juga ketidaktahuan tentang utang kebudayaan
dan peradaban kita kepada dunia Islam. Saya rasa ini adalah kegagalan yang
berakar dari ditutupinya sejarah yang kita warisi selama ini.” (kutipan
pembuka
Bab 1: Mitos Zaman Kegelapan, halaman 1).
Bab 1: Mitos Zaman Kegelapan, halaman 1).
Bab
utama buku ini adalah
Bab 5: “Sang Khalifah Sains” yang membahas bagaimana kiprah Khalifah Al-Ma’mun yang berkontribusi besar dalam kejayaan sains. Putra Khalifah Harun al-Rasyid yang bagi kita lebih dikenal melalui Cerita 1001 Malam, menduduki kekuasaannya setelah membunuh saudaranya sendiri. Tetapi ialah yang meletakkan kaidah-kaidah sains yang akan menjadi pelopor sains modern. Sang khalifah sendiri tergila-gila kepada Aristoteles, filsuf besar Yunani. Pada masa kekhalifahannya yang berpusat di Baghdad, ia mengutus para ilmuwan untuk mencari buku-buku dari Barat (Yunani), termasuk dari India atau Persia, untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Bab 5: “Sang Khalifah Sains” yang membahas bagaimana kiprah Khalifah Al-Ma’mun yang berkontribusi besar dalam kejayaan sains. Putra Khalifah Harun al-Rasyid yang bagi kita lebih dikenal melalui Cerita 1001 Malam, menduduki kekuasaannya setelah membunuh saudaranya sendiri. Tetapi ialah yang meletakkan kaidah-kaidah sains yang akan menjadi pelopor sains modern. Sang khalifah sendiri tergila-gila kepada Aristoteles, filsuf besar Yunani. Pada masa kekhalifahannya yang berpusat di Baghdad, ia mengutus para ilmuwan untuk mencari buku-buku dari Barat (Yunani), termasuk dari India atau Persia, untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Penerjemahan
buku-buku itu ke dalam bahasa Arab menghasilkan buku-buku yang menjadi landasan
sains di dunia Islam. Hal itu karena para ilmuwan muslim tidak hanya sekadar
menerjemahkan karya-karya ilmuwan Eropa, tetapi juga melakukan kritik dan
membuat eksperimen-eksperiman baru yang kelak justru membantah temuan-temuan
ilmuwan Yunani dan menghasilkan temuan-temuan baru yang brilian. Lucunya, kelak
setelah masa-masa kejayaan kekhalifahan surut, karya-karya berbahasa Arab ini
kembali dipelajari ilmuwan-ilmuwan Barat dan kemudian memunculkan
ilmuwan-ilmuwan yang dalam sejarah diakui hebat seperti Galileo, Copernicus,
termasuk Newton yang lebih modern. Dalam pelajaran sejarah kita, kita akan
mendapati bahwa perkembangan sains dan teknologi seolah-olah selalu berasal
dari ilmuwan-ilmuwan Yunani dan lalu meloncat ke ilmuwan-ilmuwan Renaisance
mulai seangkatan Newton dan kawan-kawan; melupakan masa-masa perkembangannya di
dunia Arab (Islam).
Pada
masa Abbasiyah inilah diperkenalkan penggunaan kertas yang berasal dari China
secara luas sehingga buku-buku lebih banyak dibuat. Sistem angka Arab yang kita
kenal sekarang (0123456789) diperkenalkan oleh al-Kindi yang justru menyebutnya
sebagai angka India. Dari sistem angka India yang memperkenalkan angka 0 inilah
kemudian muncul aljabar oleh Al-Khawarizmi. Penggunaan sistem angka India
itulah yang memberikan sumbangan revolusi sains yang luar biasa. Temuan-temuan
dan pengukuran-pengukuran semakin akurat, terutama di bidang astronomi yang
memang sangat diperlukan di dunia Islam untuk penentuan waktu-waktu shalat,
awal Ramadhan, termasuk arah kiblat yang akurat.
Memang
dengan mengusung aliran rasionalisme yang dianut Khalifah Al-Ma’mun dan
beberapa ilmuwannya, akhirnya beberapa tokoh muslim tradisional menilai
perkembangan sains telah menjauhkan penggunanya dari nilai-nilai keagamaan.
Bahkan termasuk Ibnu Sina (Avicennia) sendiri yang terkenal dengan Kanun
Kedokteran yang menjadi rujukan kedokteran barat selama berabad-abad, menjadi
takabur dengan meyakini bahwa Tuhan dengan sengaja telah membuat dirinya lebih
cerdas daripada orang lain, dan harus selalu pasti bahwa ada penjelasan fisika
dibalik mukzizat (halaman 88).
Tetapi
Ibnu Sina juga yang diduga pertama kali menemukan hukum superposisi pada abad
ke-11, bahwa lapisan batuan yang berada di bawah akan berumur lebih tua; jauh
sebelum menjadi salah satu Hukum Steno yang dipostulatkan pada abad ke-17. Survival
for the fittest yang dijadikan salah satu argumen Darwin untuk Teori
Evolusinya, bahkan pernah dilontarkan oleh al-Jahiz yang menerbitkan Kitab
al-Hayawan (Buku Dunia Hewan) pada abad ke-9.
Buku
ini membawa kesan bahwa jika ingin memajukan sains harus dimulai dari keinginan
penguasa untuk memajukannya. Ilmuwan-ilmuwan muslim selama zaman kekhalifahan
itu berhasil berjaya berkat dukungan pemerintah atas usaha-usahanya. Maka
ketika Baghdad diserbu cucu Jengis Khan, Hulaku Khan (walaupun kemudian menjadi
muslim dan bahkan ikut memajukan sains dan ilmu pengetahuan), inkuisisi Islam
di Spanyol, dan berbagai konflik di kalangan berbagai aliran Islam sendiri,
perkembangan sains kembali bergeser ke Eropa. Justru temuan-temuan para ilmuwan
muslim itu berbalik seolah-olah menjadi bumerang ketika setelah Revolusi
Industri di abad ke-18 kolonialisme menjajah negara-negara Islam.
ILMUWAN - ILMUWAN ISLAM
DALAM SEJARAH
Abu Rayhan al-Biruni adalah seorang ilmuwan besar, fisikawan, astronom,
sosiolog, sastrawan, sejarawan dan matematikawan yang nilainya tidak pernah
diketahui. Dia dipertimbangkan sebagai bapak dari unified field theory (teori
segala sesuatu -pen) oleh peraih penghargaan Nobel Profesor Abdus Salam. Abu
Rayhan al-Biruni hidup hampir seribu tahun yang lalu dan sezaman dengan Ibn
Sina (Avicenna) dan Sultan Mahmoud Ghazni.
Pada saat menjelang akhir hayatnya, Biruni dikunjungi oleh tetangganya yang merupakan ahli fiqih. Abu Rayhan masih dalam keadaan sadar, dan tatkala melihat sang ahli fiqih, dia bertanya kepadanya tentang hukum waris dan beberapa hal yang berhubungan dengannya. Sang ahli fiqih terkesima melihat seseorang yang sekarat masih tertarik dengan persoalan-persoalan tersebut. Abu Rayhan berkata, “Aku ingin bertanya kepadamu: mana yang lebih baik, meninggal dengan ilmu atau meninggal tanpanya?” Sang ahli fiqih menjawab, “Tentu saja lebih baik mengetahui dan kemudian meninggal.” Abu Rayhan berkata, “Untuk itulah aku menanyakan pertanyaanku yang pertama.” Beberapa saat setelah sang ahli fiqih tiba dirumahnya, tangisan duka mengatakan kepadanya bahwa Abu Rayhan telah meninggal dunia. (Murtaza Mutahhari: Khutbah Keagamaan) —————————————————————————————————————————————————————- Setelah itu, hampir seribu tahun yang lalu, ketika umat muslim adalah pembawa obor pengetahuan pada zaman kegelapan. Mereka menciptakan peradaban Islam, didorong oleh penelitian dan penemuan ilmiah, yang membuat bagian dunia lainnya iri selama berabad-abad. Dalam kata-kata Carli Fiorina, seorang CEO Hewlett Packard yang visioner dan berbakat tinggi, “Adalah para arsitek yang mendesign bangunan-bangunan yang mampu melawan gravitasi. Adalah para matematikawan yang menciptakan aljabar dan algoritma yang dengannya komputer dan enkripsi data dapat tercipta. Adalah para dokter yang memeriksa tubuh manusia, dan menemukan obat baru untuk penyakit. Adalah para astronom yang melihat ke langit, memberi nama bintang-bintang, dan membuka jalan bagi perjalanan dan eksplorasi antariksa. Adalah para sastrawan yang menciptakan ribuan kisah; kisah-kisah perjuangan, percintaan dan keajaiban. Ketika negeri lain takut akan gagasan-gagasan, peradaban ini berkembang pesat dengannya dan membuat mereka penuh energi. Ketika ilmu pengetahuan terancam dihapus akibat penyensoran oleh peradaban sebelumnya, peradaban ini menjaga ilmu pengetahuan tetap hidup, dan menyebarkannya kepada peradaban lain. Tatkala peradaban barat modern sedang berbagi pengetahuan ini, peradaban yang sedang saya bicarakan ini adalah dunia Islam bermula pada tahun 800 hingga 1600, yang termasuk di dalamnya Dinasti Ottoman dan kota Baghdad, Damaskus dan Kairo, dan penguasa agung seperti Sulaiman yang Bijak. Walaupun kita sering kali tidak menyadari hutang budi kita kepada peradaban ini, sumbangsihnya merupakan bagian dasar dari kebudayaan kita. Teknologi industri tidak akan pernah hadir tanpa kontribusi para matematikawan arab.” Sebenarnya, sangatlah sulit untuk mencari bidang ilmu pengetahuan yang tidak berhutang budi kepada para pionir ini. Di bawah ini adalah daftar singkat, tanpa bermaksud menyatakannya sebagai yang terlengkap, para ilmuwan muslim dari abad 8 hingga abad 14. 701 (Meninggal) * Khalid Ibn Yazeed * Ilmuwan kimia 721-803 * Jabir Ibn Haiyan * Ilmuwan kimia (Seorang ilmuwan kimia muslim populer) 740 * Al-Asma’i * Ahli ilmu hewan, ahli tumbuh-tumbuhan, ahli pertanian 780 * Al-Khwarizmi (Algorizm) * Matematika (Aljabar, Kalkulus), Astronomi Kitab al-Hayawan. Sebuah kitab berisi ensklopedia berbagai jenis binatang karya ahli ilmu hewan muslim al-Jahiz. Pada kitab ini al-Jahiz memaparkan berbagai macam teori, salah satunya mengenai interaksi antara hewan dengan lingkungannya. ——————————————————————————————————————————————————————- 776-868 * Amr Ibn Bahr al-Jahiz * Ahli ilmu hewan 787 * Al Balkhi, Ja’far Ibn Muhammad (Albumasar) * Astronomi 796 (Meninggal) * Al-Fazari, Ibrahim Ibn Habib * Astronomi 800 * Ibn Ishaq Al-Kindi (Alkindus) * Kedokteran, Filsafat, Fisika, Optik 815 * Al-Dinawari, Abu Hanifa Ahmed Ibn Dawud * Matematika, Sastra 816 * Al Balkhi * Ilmu Bumi (Geography) 836 * Thabit Ibn Qurrah (Thebit) * Astronomi, Mekanik, Geometri, Anatomi 838-870 * Ali Ibn Rabban Al-Tabari * Kedokteran, Matematika 852 * Al Battani Abu Abdillah * Matematika, Astronomi, Insinyur 857 * Ibn Masawaih You’hanna * Kedokteran 858-929 * Abu Abdullah Al Battani (Albategnius) * Astronomi, Matematika 860 * Al-Farghani, Abu al-Abbas (Al-Fraganus) * Astronomy, Tehnik Sipil 864-930 * Al-Razi (Rhazes) * Kedokteran, Ilmu Kedokteran Mata, Ilmu Kimia 973 (Meninggal) * Al-Kindi * Fisika, Optik, Ilmu Logam, Ilmu Kelautan, Filsafat 888 (Meninggal) * Abbas Ibn Firnas * Mekanika, Ilmu Planet, Kristal Semu 900 (Meninggal) * Abu Hamed Al-Ustrulabi * Astronomi 903-986 * Al-Sufi (Azophi) * Astronomi 908 * Thabit Ibn Qurrah * Kedokteran, Insinyur 912 (Meninggal) * Al-Tamimi Muhammad Ibn Amyal (Attmimi) * Ilmu Kimia 923 (Meninggal) * Al-Nirizi, AlFadl Ibn Ahmed (Altibrizi) * Matematika, Astronomi 930 * Ibn Miskawayh, Ahmed Abu Ali * Kedokteran, Ilmu Kimia 932 * Ahmed Al-Tabari * Kedokteran 934 * Al-Istakhr II * Ilmu Bumi (Peta Bumi) 936-1013 * Abu Al-Qosim Al-Zahravi (Albucasis) * Ilmu Bedah, Kedokteran 940-997 * Abu Wafa Muhammad Al-Buzjani * Matematika, Astronomi, Geometri 943 * Ibn Hawqal * Ilmu Bumi (Peta Dunia) 950 * Al Majrett’ti Abu al-Qosim * Astronomi, Ilmu Kimia, Matematika 958 (Meninggal) * Abul Hasan Ali al-Mas’udi * Ilmu Bumi, Sejarah 960 (Meninggal) * Ibn Wahshiyh, Abu Bakar * Ilmu Kimia, Ilmu Tumbuh-tumbuhan 965-1040 * Ibn Al-Haitham (Alhazen) * Fisika, Optik, Matematika 973-1048 * Abu Rayhan Al-Biruni * Astronomy, Matematika, Sejarah, Sastra 976 * Ibn Abil Ashath * Kedokteran 980-1037 * Ibn Sina (Avicenna) * Kedokteran, Filsafat, Matematika, Astronomi 983 * Ikhwan A-Safa (Assafa) * (Kelompok Ilmuwan Muslim) 1001 * Ibn Wardi * Ilmu Bumi (Peta Dunia) 1008 (Meninggal) * Ibn Yunus * Astronomy, Matematika. 1019 * Al-Hasib Alkarji * Matematika 1029-1087 * Al-Zarqali (Arzachel) * Matematika, Astronomi, Syair 1044 * Omar Al-Khayyam * Matematika, Astronomi, Penyair 1060 (Meninggal) * Ali Ibn Ridwan Abu Hassan Ali * Kedokteran 1077 * Ibn Abi Sadia Abul Qasim * Kedokteran 1090-1161 - Ibn Zuhr (Avenzoar) * Ilmu Bedah, Kedokteran 1095 - Ibn Bajah, Mohammed Ibn Yahya (Avenpace) * Astronomi, Kedokteran 1097 - Ibn Al-Baitar Diauddin (Bitar) * Ilmu Tumbuh-Tumbuhan, Kedokteran, Ilmu ——————————————————————————————————————————————————————- 1099 - Al-Idrisi (Dreses) * Ilmu Bumi (Geography), Ahli Ilmu Hewan, Peta Dunia (Peta Pertama) 1110-1185 - Ibn Tufayl, Abubacer Al-Qaysi * Filosofi, Kedokteran 1120 (Meninggal) - Al-Tuhra-ee, Al-Husain Ibn Ali *Ahli Kimia, Penyair 1128 - Ibn Rushd (Averroe’s) * Filosofi, Kedokteran, Astronomi 1135 - Ibn Maymun, Musa (Maimonides) * Kedokteran, Filosofi 1136 - 1206 - Al-Razaz Al-Jazari * Astronomi, Seni, Insinyur mekanik 1140 - Al-Badee Al-Ustralabi * Astronomi, Matematika 1155 (Meningal) - Abdel-al Rahman al Khazin *Astronomi 1162 - Al Baghdadi, Abdel-Lateef Muwaffaq * Kedokteran, Ahli Bumi (Geography) 1165 - Ibn A-Rumiyyah Abul’Abbas (Annabati) * Ahli Tumbuh-tumbuhan 1173 - Rasheed Al-Deen Al-Suri * Ahli Tumbuh-tumbuhan 1180 - Al-Samawal * Matematika 1184 - Al-Tifashi, Shihabud-Deen (Attifashi) *Ahli Logam, Ahli Batu-batuan 1201-1274 - Nasir Al-Din Al-Tusi * Astronomi, Non-Euclidean Geometri 1203 - Ibn Abi-Usaibi’ah, Muwaffaq Al-Din * Kedokteran 1204 (Meninggal) - Al-Bitruji (Alpetragius) * Astronomi 1213-1288 - Ibn Al-Nafis Damishqui * Astronomi 1236 - Kutb Aldeen Al-Shirazi * Astronomi, Ilmu Bumi (Geography) 1248 (Meninggal) * Ibn Al-Baitar * Farmasi, Ahli Tumbuh-tumbuhan (Botany) 1258 - Ibn Al-Banna (Al Murrakishi), Azdi * Kedokteran, Matematika 1262 - Abu al-Fath Abd al-Rahman al-Khazini * Fisika, Astronomi 1273-1331 - Al-Fida (Abdulfeda) * Astronomi, Ilmu Bumi (Geography) 1360 - Ibn Al-Shater Al Dimashqi * Astronomi, Matematika 1320 (Meninggal) - Al Farisi Kamalud-deen Abul-Hassan *Astronomy, Fisika 1341 (Meninggal) - Al Jildaki, Muhammad Ibn Aidamer * Ilmu Kimia 1351 - Ibn Al-Majdi, Abu Abbas Ibn Tanbugha * Matematika, Astronomi 1359 - Ibn Al-Magdi, Shihab Udden Ibn Tanbugha * Matematika, Astronomi ——————————————————————————————————————————————————————- 1375 (Meninggal) - Ibn al-Shatir * Astronomi 1393-1449 - Ulugh Beg * Astronomi 1424 - Ghiyath al-Din al Kashani * Analisis Numerikal, Perhitungan Dengan deretan sarjana muslim seperti itu, tidaklah sulit untuk menyetujui apa yang dikatakan George Sarton, ” Tugas utama kemanusian telah dicapai oleh para muslim. Filosof terbaik, Al-Farabi adalah seorang muslim. Matematikawan terbaik Abul Kamil dan Ibn Sina adalah muslim. Ahli geography (Ilmu Bumi) dan ensklopedia terbaik Al-Masudi adalah seorang muslim dan Al-Tabari ahli sejarah terbaik juga seorang muslim. Sejarah sebelum Islam dipenuhi dengan perkiraan-perkiraan, desas-desus dan mitos-mitos. Adalah seorang ahli sejarah muslim yang pertama kali memperkenalkan metode sanad dan matan yang melacak keaslian dan keutuhan sebuah informasi langsung dari saksi mata. Menurut seorang ahli sejarah Bucla “Metode ini belumlah dipraktekkan oleh Eropa sebelum tahun 1597.” Metode lainnya: adalah penelitian sejarah bersumber dari ahli sejarah terkemuka Ibn Khaldun. Pengarang dari Kashfuz Zunun memberikan daftar 1300 buku-buku sejarah yang ditulis dalam bahasa Arab pada masa beberapa abad sejak munculnya Islam. Sekarang lihatlah dunia kaum muslim. Kapankah anda terakhir kali mendengar seorang muslim memenangkan hadiah Nobel dalam bidang ilmu pengetahuan dan kedokteran? Bagaimana dengan publikasi ilmiah? Sayangnya, anda tidak akan menemukan banyak nama kaum Muslim dalam bidang ilmu pengetahuan dan makalah-makalah ilmiah. Apa yang kurang? Alasan apa yang kita miliki? Sebuah publikasi yang baru saja diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menanggapi pembangunan di wilayah Arab mengemukakan bahwa dunia Arab yang terdiri dari 22 negara menerjemahkan 330 buku per tahun. Angka itu sangat menyedihkan, hanya seperlima dari jumlah buku-buku yang diterjemahkan oleh sebuah negara kecil Yunani dalam setahunnya! (Spanyol menerjemahkan rata-rata 100,000 buku setiap tahunnya). Mengapa ada alergi atau keengganan untuk menerjemahkan ilmu yang asal-muasalnya berasal dari nenek moyang kita sendiri untuk mendapatkan kembali warisan terdahulu dengan menganalisa, mengumpulkan, menyempurnakan dan menyalurkan ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi umat manusia. |
MUKJIZAT ALLAH MENCENGANGKAN PARA ILMUWAN BARAT
Pada sebuah penelitian ilmiah yang diberitakan oleh sebuah majalah sains terkenal, Journal of Plant Molecular Biologies, menyebutkan bahwa sekelompok ilmuwan yang mengadakan penelitian mendapatkan suara halus yang keluar dari sebagian tumbuhan yang tidak bisa didengar oleh telinga biasa. Suara tersebut berhasil disimpan dan direkam dengan sebuah alat perekam tercanggih yang pernah ada. Para ilmuwan selama hampir 3 tahun meneliti fenomena yang mencengangkan ini berhasil menganalisis denyutan atau detak suara tersebut sehingga menjadi isyarat-isyarat yang bersifat cahaya elektrik (kahrudhoiyah) dengan sebuah alat canggih yang bernama [i]Oscilloscope. Akhirnya para ilmuwan tersebut bisa menyaksikan denyutan cahaya elektrik itu berulang lebih dari 1000 kali dalam satu detik!!! Prof. William Brown yang memimpin para pakar sains untuk mengkaji fenomena tersebut mengisyaratkan setelah dicapainya hasil bahwasanya tidak ada penafsiran ilmiah atas fenomena tersebut. Padahal seperti diakui oleh sang profesor bahwa pihaknya telah menyerahkan hasil penelitian mereka kepada universitas-universitas serta pusat-pusat kajian di Amerika dan Eropa, akan tetapi semuanya tidak sanggup menafsirkan fenomena bahkan semuanya tercengang tidak tahu harus komentar apa. Pada kesempatan terakhir, fenomena tersebut dihadapkan dan dikaji oleh para pakar dari Britania, dan di antara mereka ada seorang ilmuwan Muslim yang berasal dari India. Setelah 5 hari mengadakan kajian dan penelitian ternyata para ilmuwan dari Inggris tersebut angkat tangan. Sang ilmuwan Muslim tersebut mengatakan: “Kami umat Islam tahu tafsir dan makna dari fenomena ini, bahkan semenjak 1400 tahun yang lalu!” Maka para ilmuwan yang hadir pun tersentak dengan pernyataan tersebut, dan meminta dengan sangat untuk menunjukkan tafsir dan makna dari kejadian itu. Sang ilmuwan Muslim segera menyitir firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “... Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Isra’: 44) Tidaklah suara denyutan halus tersebut melainkan lafadz jalalah (nama Allah Subhanahu wa Ta’ala) sebagaimana tampak dalam layar. Maka keheningan dan keheranan yang luar biasa menghiasi aula dimana ilmuwan tersebut berbicara. Subhanallah, Maha Suci Allah! Ini adalah salah satu mukjizat dari sekian mukjizat agama yang haq ini! Segala sesuatu bertasbih mengagungkan nama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akhirnya orang yang bertanggung jawab terhadap penelitian ini, yaitu Profesor William Brown menemui sang ilmuwan muslim untuk mendiskusikan tentang agama yang dibawa oleh seorang Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis) sebelum 1400 tahun lalu tentang fenomena ini. Maka ilmuwan tersebut pun menerangkan kepadanya tentang Islam, setelah itu ia memberikan hadiah Al-Qur’an dan terjemahnya kepada sang profesor. Selang beberapa hari setelah itu, Profesor William mengadakan ceramah di Universitas Carnich – Miloun, ia mengatakan: “Dalam hidupku, aku belum pernah menemukan fenomena semacam ini selama 30 tahun menekuni pekerjaan ini, dan tidak ada seorang ilmuwan pun dari mereka yang melakukan pengkajian yang sanggup menafsirkan apa makna dari fenomena ini. Begitu pula tidak pernah ditemukan kejadian alam yang bisa menafsirinya. Akan tetapi satu-satunya tafsir yang bisa kita temukan adalah dalam Al-Qur’an. Hal ini tidak memberikan pilihan lain buatku selain mengucapkan Syahadatain: “Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang haq melainkan Allah, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya”. Seorang profesor ini telah mengumumkan Islamnya dihadapan para hadirin yang sedang terperangah. Allahu Akbar! Kemuliaan hanyalah bagi Islam, ketika seorang ilmuwan sadar dari kelalaiannya, dan mengetahui bahwa agama yang haq ini adalah Islam! (Faiz) |
Sejak
turun wahyu pertama pada 610 Masehi, Islam menunjukkan keberpihakannya pada
ilmu pengetahuan. Wahyu tersebut, “Iqra
bismirabbikalladzi khalaq,” adalah dorongan kepada umat Islam untuk
mendalami ilmu. Maka, berabad-abad setelahnya, dunia mencatat jejak-jejak sejarah
ilmuwan Islam yang
tak terhitung banyaknya.
Jejak
ilmu
pengetahuan memang
tidak secara nyata mewarnai masa permulaan Islam, mengingat budaya masyarakat
Arab masa itu begitu jauh dari ilmu. Bahkan, tenggelam pada kegelapan
jahiliyah. Namun, Islam menyelusup dan pelan-pelan menyalakan kegairahan
terhadap ilmu, merangsang elemen terpenting dari manusia, yakni pikiran.
Nyalanya
begitu kecil, namun tetap bertahan. Bahkan, bertambah terang sehingga di abad yang jauh, nyala itu mencapai
puncaknya, begitu terang benderang.
Jejak
Ilmuwan Islam
Ilmuwan
Islam meninggalkan jejak yang tegas pada dunia navigasi, geografi, dan peta dunia. Ini berkaitan dengan
penemuan kompas oleh ilmuwan muslim pada abad ke-7. Mereka mengembangkan magnet
yang dikenal di masyarakat China dan menciptakan kompas untuk keperluan
navigasi.
Ilmu
Geografi pada abad ke-8 berkembang pesat dengan banyaknya buku-buku yang
ditulis para ilmuwan Islam. Buku-buku tersebut kebanyakan berupa kartografi,
ensiklopedi geografi, almanak, dan peta-peta yang banyak membahas tentang
Afrika, Asia, India, Cina dan orang-orang Indian. Bahkan,
salah satu karya agung abad ke-14 yang berisi pandangan terperinci mengenai
geografi dunia, ditulis oleh sarjana muslim bernama Ibnu Battutah.
Kegairahan
terhadap ilmu, misalnya, ditunjukkan oleh Khalifah Abu Ja’far, yang pada 735
mempekerjakan penerjemah buku-buku kedokteran, ilmu pasti, dan filsafat dari Yunani, Parsi, dan Sanskrit. Kebijakan ini
mengantarkan Baghdad, ibukota kekhalifahan masa itu, begitu menyilaukan
berterangkan ilmu.
Pada
abad ke-9, Ibn Firnas dari Andalusia menemukan penentu waktu yang akurasinya
tidak kalah dengan arloji. Jam tersebut menggunakan penalaan bintang dan
matahari dan ini mendorong penelitian-penelitian berkaitan dengan ilmu astronomi (ilmu falak).
Ahli
astronomi Islam membuat banyak perbaikan terhadap teori-teori Ptolemius.
Merekalah yang pertama kali membuat teori garis orbit bumi berbentuk elips.
Mereka membuat sejak abad ke-9. Mereka menulis ratusan tabel astronomikal
dengan tingkat akurasi tinggi dan menjadi rujukan ilmu sampai sekarang.
Matematika menjadi cabang ilmu yang digandrungi
pada abad ke-16. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari jasa para matematikawan
Islam yang menemukan aljabar dan memperkenalkan konsep penggunaan huruf untuk
variable tak dikenal dalam persamaan sejak abad ke-9.
Sistem
tersebut mampu memecahkan persamaan-persamaan kompleks. Thabit bin Qurrah,
diikuti Abu Al-Wafa pada abad ke-10, telah menulis buku mengenai kegunaan aljabar untuk mengembangkan geometri
menjadi eksak dan menyederhanakan sains.
Ilmu
etnografi dikembangkan sarjana-sarjana Islam dari abad ke-9 sampai abad ke-14.
Mereka membuat klasifikasi berdasarkan ras-ras, mencatat dengan detail
kebiasaan dan kebudayaan suatu masyarakat, dan membuat
klasifikasi yang terperinci.
Dalam
dunia teknologi, teknik kimia misalnya, ilmuwan Islam menemukan cara
menghasilkan kerosin (minyak tanah murni) melalui penyulingan produk minyak dan
gas bumi pada abad ke-9.
Pada
abad itu juga, telah dikenal teknologi pembuatan kertas, terbukti kertas tertua
yang menjadi contoh untuk dicetak adalah naskah Arab berjudul Gharib Al-Hadist, bertanggal
Dzulqaidah 252, sekitar November-Desember 866.
Pada
abad ke-10, Al-Battani mengembangkan ilmu trigonometri dengan menguraikan
fungsi sinus, kosinus, tangen, dan kotangen. Al Battani juga menetapkan tabel
perhitungan trigonometri dari 0 hingga 90 derajat, dan berhasil menghitung satu
tahun matahari dengan tepat, yaitu 365 hari 5 jam 46
menit dan 24 detik.
Dalam
ilmu Biologi, pada abad ke-10, Ar-Razi menulis
risalah mengenai pembuluh darah, dan diteruskan oleh Ibnu An-Nafs dan Ibnu
Al-Quff (abad ke-13), yang berhasil mendokumentasikan secara tepat sirkulasi
darah, ilmu urai tubuh dari jantung dan fungsi klep-klepnya.
Pada
1050, Al-Biruni mengemukakan konsep keterbatasan materi alam. Konsep ini
menjelaskan mengenai wujud materi alam yang bisa berubah, namun massanya tetap.
Sebagai contoh adalah air yang jika dipanaskan menguap, namun massa total tetap
sama. Al-Biruni juga membuat teori pembentukan geologi lembah-lembah, bahwa
lembah-lembah itu dibentuk oleh aliran udara dalam waktu yang sangat lama.
Al-Biruni
meninggalkan banyak jejak referensi bagi ilmu pengetahuan dunia dengan
eksperimen-eksperimen besar dan buku-buku literatur ilmiah berbagai bidang ilmu pengetahuan
setebal 13.000 halaman lebih.
Pada
1121, Al-Khazini, ilmuwan Muslim ahli astronomi, fisika, biologi, kimia, matematika serta filsafat, menulis kitab
Mizan al-Hikmah
atau Balance of Wisdom,
yang mengungkapkan bagian penting fisika Islam. Dalam buku itu, Al-Khazini
menjelaskan teori keseimbangan hidrostatika, teori statika, dan gravitasi.
Al-Khazini adalah peletak dasar ilmu gravitasi modern.
Pada
1140, matematikawan Islam memperkenalkan bilangan negatif dalam fungsi
aritmatika. Angka tersebut adalah angka-angka di bawah
nol.
bermanfaat, terima kasih.
BalasHapussemangat terus nge-blog nya.
wassalamualaikum warrohmatullahi wabarokatuh.
syukron katsiron! may Allah bless you
BalasHapus